Terdapat peringatan dalam agama kita yang melarang seseorang membuat
suatu lawakan atau candaan dengan menceritakan suatu hal yang isinya
dusta atau berbohong, dalam rangka membuat manusia tertawa.
Peringatannya cukup keras.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ﻭَﻳْﻞٌ ﻟِﻠَّﺬِﻯ ﻳُﺤَﺪِّﺙُ ﻓَﻴَﻜْﺬِﺏُ ﻟِﻴُﻀْﺤِﻚَ ﺑِﻪِ ﺍﻟْﻘَﻮْﻡَ ﻭَﻳْﻞٌ ﻟَﻪُ ﻭَﻳْﻞٌ ﻟَﻪُ
“Celakalah bagi orang yang berbicara lalu berdusta hanya karena ingin
membuat suatu kaum tertawa. Celakalah dia, celakalah dia .”[ HR. Abu
Daud no. 4990 dan Tirmidzi no. 3315]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menjelaskan bahwa dusta tidak
diperbolehkan baik dalam hal serius maupun bercanda, Beliau menukilkan
perkataan Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu,
ﺇﻥ ﺍﻟﻜﺬﺏ ﻻ ﻳﺼﻠﺢ ﻓﻲ ﺟﺪ ﻭﻻ ﻫﺰﻝ
“Sesungguhnya berdusta tidak boleh baik dalam keadaan serius maupun bercanda”[Majmu’ Fatawa 32/255-256]
Beliau menjelaskan lagi bahwa hukumannya lebih berat jika sampai
menimbulkan permusuhan dan persengketaan di antara manusia bahkan
menimbulkan bahaya bagi agama. Beliau berkata,
ﻭﺃﻣﺎ ﺇﻥ ﻛﺎﻥ ﻓﻲ ﺫﻟﻚ ﻣﺎ ﻓﻴﻪ ﻋﺪﻭﺍﻥ ﻋﻠﻰ ﻣﺴﻠﻢ ﻭﺿﺮﺭ ﻓﻲ ﺍﻟﺪﻳﻦ ؛ ﻓﻬﻮ ﺃﺷﺪ
ﺗﺤﺮﻳﻤﺎ ﻣﻦ ﺫﻟﻚ . ﻭﺑﻜﻞ ﺣﺎﻝ : ﻓﻔﺎﻋﻞ ﺫﻟﻚ ﻣﺴﺘﺤﻖ ﻟﻠﻌﻘﻮﺑﺔ ﺍﻟﺸﺮﻋﻴﺔ ﺍﻟﺘﻲ ﺗﺮﺩﻋﻪ ﻋﻦ
ﺫﻟﻚ
“Apabila hal tersebut (dusta) menimbulkan permusuhan di antara kaum
muslimin dan menimbulkan madharat bagi agama, maka ini lebih terlarang
lagi. Pelakunya harus mendapatkan hukuman syar’i yang bisa membuatnya
jera.”[Majmu’ Fatawa 32/255-256]
Ini menjadi peringatan bagi para komedian, aktivis stand-up comedy
dan para pelawak agar hendaknya berhati-hati dan kita doakan kebaikan
kepada mereka agar meninggalkan hal ini. Terlebih-lebih terlalu banyak
tertawa bisa mematikan hati dan mengeraskan hati karena kebahagiaan
sejati bukan dengan terlalu sering tertawa bahkan berlebihan sampai
terbahak-bahak.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ﻻَ ﺗُﻜْﺜِﺮُ ﺍﻟﻀَّﺤَﻚَ ﻓَﺈِﻥَّ ﻛَﺜْﺮَﺓَ ﺍﻟﻀَّﺤَﻚِ ﺗُﻤِﻴْﺖُ ﺍﻟﻘَﻠْﺐَ
“Janganlah terlalu banyak tertawa karena banyak tertawa bisa mematikan hati.”[Shahih Al Jami’ no. 7435]
Larangan menjadikan agama sebagai bahan candaan, lawakan dan olok-olok
Hal ini sangat keras peringatannya. Allah berfirman,
ﻭَﻟَﺌِﻦ ﺳَﺄَﻟْﺘَﻬُﻢْ ﻟَﻴَﻘُﻮﻟُﻦَّ ﺇِﻧَّﻤَﺎ ﻛُﻨَّﺎ ﻧَﺨُﻮﺽُ ﻭَﻧَﻠْﻌَﺐُ ۚ
ﻗُﻞْ ﺃَﺑِﺎﻟﻠَّﻪِ ﻭَﺁﻳَﺎﺗِﻪِ ﻭَﺭَﺳُﻮﻟِﻪِ ﻛُﻨﺘُﻢْ ﺗَﺴْﺘَﻬْﺰِﺋُﻮﻥَ ﻟَﺎ
ﺗَﻌْﺘَﺬِﺭُﻭﺍ ﻗَﺪْ ﻛَﻔَﺮْﺗُﻢ ﺑَﻌْﺪَ ﺇِﻳﻤَﺎﻧِﻜُﻢْ
“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka
lakukan itu), tentu mereka akan menjawab: “Sesungguhnya kami hanya
BERSENDA GURAU dan BERMAIN-MAIN saja”. Katakanlah: “Apakah dengan Allah,
ayat-ayatNya dan RasulNya kamu selalu BEROLOK-OLOK?” Tidak usah kamu
minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman… [At Taubah : 65-66]
Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah menjelaskan bahwa hukumnya
sangat berat yaitu bisa keluar dari agama Islam. Beliau berkata,
فإن الاستهزاء باللّه وآياته ورسوله كفر مخرج عن الدين لأن أصل الدين مبني على تعظيم اللّه، وتعظيم دينه ورسله
“Mengolok-olok dalam agama, ayat Al-Quran dan Rasul-Nya termasuk
kekafiran yang bisa mengeluarkam dari Islam, karena agama ini dibangun
di atas pengagungan kepada Allah, agama dan Rasul-Nya.”[Tafsir
As-Sa’diy]
Karena memang agama ini adalah suatu yang mulia dan sangat tidak
layak jika digunakan untuk jadi bahan candaan atau lawakan. Ingatkah
kita ada aturan di bandara, “Bagi yang bercanda membawa bom di bandara,
bisa terkena pasal hukuman pidana”. Jika urusan dunia seperti ini saja
tidak boleh, tentu urusan agama lebih tidak boleh lagi.
Perlu diperhatikan juga bahwa menjadikan agama sebagai candaan atau
mem-plesetkan istilah-istilah agama adalah kebiasaan orang Yahudi,
sebagaimana Allah berfirman,
ﻳَﺎﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺀَﺍﻣَﻨُﻮﺍ ﻻَ ﺗَﻘُﻮﻟُﻮﺍ ﺭَﺍﻋِﻨَﺎ ﻭَﻗُﻮﻟُﻮﺍ ﺍﻧﻈُﺮْﻧَﺎ ﻭَﺍﺳْﻤَﻌُﻮﺍ ﻭَﻟِﻠْﻜَﺎﻓِﺮِﻳﻦَ ﻋَﺬَﺍﺏٌ ﺃَﻟِﻴﻢٌ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu katakan (kepada
Muhammad): “Raa’ina”, tetapi katakanlah: “Unzhurna”, dan “dengarlah”.
Dan bagi orang-orang yang kafir siksaan yang pedih. [Al-Baqarah/2:104].
Raa’ina berarti “Sudilah engkau memperhatikan kami”. Yaitu kebiasaan
para sahabat ketika berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Orang yahudi mem-plesetkan menjadi “Ru’unah” yang artinya sangat dungu
atau sangat tolol. Allah memerintahkan sahabat menggantinya dengan
perkataan “undzurna” yang maknanya sama.
Semoga kita dijauhkan dari hal seperti ini.
Oleh dr. Raehanul Bahraen
Sumber: Muslim.or.id
Sumber: Muslim.or.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar