Seandainya kita dipanggil oleh atasan dan disuruh untuk bersiap-siap
pergi ke Jakarta pada esok hari, apa yang kira-kira akan kita lakukan?
Padahal jaraknya jauh dan kita belum pernah pergi ke sana. Yang pertama
tentunya kita akan mempersiapkan bekal dengan sebaik-baiknya. Kita akan
menyiapkan semua hal yang mungkin dibutuhkan selama perjalanan seperti
makanan, pakaian, bahkan mungkin juga obat-obatan.
Selain menyiapkan perbekalan, karena Jakarta adalah tempat yang belum
pernah kita datangi sebelumnya, pastinya kita akan mencari tahu
bagaimana dan seperti apa Jakarta itu. Selanjutnya, yang dilakukan
adalah bertanya tentang rute perjalanan agar tidak tersesat saat
perjalanan. Bisa dengan bertanya kepada orang yang pernah pergi ke sana,
bisa juga dengan melihat rute perjalanan di peta, atau menggunakan alat
bantu modern seperti GPS. Tentunya, agar kita sampai dengan selamat ke
tempat tujuan.
Hidup ini adalah perjalanan, perjalanan menuju kehidupan yang hakiki
yakni kehidupan di akhirat. Karena hidup ini adalah sebuah perjalanan,
kita membutuhkan bekal yang cukup untuk dibawa ke tempat tujuan kita,
yakni kampung akhirat yang abadi. Jika hanya perjalanan ke Jakarta saja
kita membutuhkan bekal, maka kita tentu lebih butuh bekal untuk dibawa
menuju hadapan Allah Ta’ala. Dan tidak ada bekal yang lebih baik untuk
kita bawa menuju akhirat, selain dari pada keimanan, ketakwaan, dan amal
shalih yang kita punya.
Selain bekal, kita juga membutuhkan ‘alat bantu’ yang bisa kita pakai
sebagai pedoman dan penunjuk arah agar tidak tersesat selama
perjalanan. Kalau kita akan mengadakan perjalanan menuju Jakarta, alat
navigasinya adalah peta atau GPS. Maka untuk perjalanan menuju akhirat,
Allah dan rasul-Nya telah memberikan kita pedoman supaya kita tidak
tersesat selama menempuh perjalanan.
Sebagaimana yang tersebut dalam
sebuah hadist,
تَرَكْتُ فِيكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ
“Telah aku tinggalkan untuk kalian, dua perkara yang kalian tidak
akan tersesat selama kalian berpegang teguh dengan keduanya; (yakni)
Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya.” (HR. Malik).
Dalam hadist di atas, Rasulullah mengingatkan kita bahwa ada dua hal
sepeninggal beliau yang harus selalu kita jaga, sekaligus kita jadikan
pedoman hidup, serta kita amalkan agar kita tidak termasuk golongan yang
tersesat dari jalan kebenaran. Dua hal tadi adalah tolok ukur bagi
‘lurusnya’ seseorang atau sebuah kelompok. Karenanya, berpegang teguh
terhadap keduanya merupakan salah satu ciri mereka yang benar-benar
mencintai Allah dan rasul-Nya.
Qur’an dan Sunnah tolok ukur kebenaran
Hari ini kita dihadapkan pada fenomena perpecahan dalam tubuh umat
Islam. Dan Rasulullah jauh-jauh hari telah mengingatkan kita tentang
fenomena ini. Bahwa kelak sepeninggal beliau akan terjadi banyak
perselisihan dan juga pertentangan, bahkan di antara sesama muslim.
Banyak kelompok mengaku paling islami dan paling sesuai sunnah. Banyak
juga yang mengaku paling mencintai Allah dan paling mencintai
Rasulullah. Yang membuat kita sedih, tidak jarang kelompok-kelompok tadi
mengklaim bahwa kebenaran hanya milik mereka. Bahkan, tak segan-segan
memberikan vonis dan cap negatif serta mencela kelompok lainya yang
dianggap tidak sesuai dengan kehendaknya.
Kita harus ingat wasiat Rasulullah dalam hadist di atas. Beliau
mengingatkan bahwa harus ada dua hal yang harus selalu dijaga agar kita
termasuk golongan yang berada pada jalan yang lurus, yakni Al-Qur’an dan
Sunnah (hadist) Rasulullah. Ini juga yang menjadi tolok ukur kebenaran
seseorang dan sebuah kelompok. Jika amal yang dikerjakan oleh seseorang
sesuai dengan dua hal tadi, bisa dipastikan orang tersebut selamat dan
tidak termasuk golongan yang tersesat. Sama halnya dengan aktifitas dan
kebijakan-kebijakan yang dikerjakan oleh sebuah kelompok, jika sesuai
dan dilandasi dengan Al-Qur’an dan sunnah, bisa dikatakan kelompok
tersebut berada dalam jalur ‘kebenaran’.
Begitu juga sebaliknya, jika seseorang atau sebuah kelompok justru
melakukan hal-hal yang dilarang oleh Al-Qur’an dan hadist, maka mereka
bisa dikatakan sebagai kelompok yang menyimpang, meskipun mereka mengaku
paling benar dan paling baik. Karena, pengakuan tanpa bukti hanyalah
omong kosong belaka. Bagaimana mungkin mengklaim diri dan kelompoknya
paling benar, padahal ia justru melanggar perintah Allah yang ada dalam
Al-Qur’an. Mustahil juga seseorang mengaku paling mencintai Rasul,
padahal ia tidak pernah berusaha untuk menjalankan apa yang diajarkan
oleh Rasulullah dalam hadist-hadist beliau sama sekali.
Kenapa harus Qur’an dan Sunnah?
Kenapa Al-Qur’an dan Sunnah harus kita jadikan pegangan? Kenapa juga
keduanya merupakan tolok ukur kebenaran sesorang dan sebuah kelompok?
Karena jelas, bahwa Al-Qur’an dan hadis Rasulullah Shalallahu Alaihi
Wassalam merupakan sumber ajaran Islam sekaligus pedoman hidup setiap
muslim yang mesti dipegang dengan kuat. Karena dalam agama Islam,
Al-Qur’an adalah sumber utamanya. Sedangkan, hadits adalah sumber kedua
ajaran Islam setelah al-Qur’an.
Al-Qur’an harus kita utamakan karena ia merupakan wahyu dari Allah,
Rabb semesta alam yang diturunkan kepada rasul-Nya dan berlaku untuk
semua manusia tanpa terkecuali. Kebenaran dan kesuciannya terjaga,
karena terbukti lebih dari 1400 tahun sejak ia diturunkan, tidak ada
perubahan yang terjadi padanya, tidak seperti kitab-kitab suci lain yang
telah mengalami banyak penyelewengan. Sejak Al-Qur’an diturunkan, Allah
menantang manusia untuk mendatangkan yang semisal dengannya, namun
hingga lebih dari empat belas abad lamanya, tidak ada yang mampu
menjawab tantangan tersebut. Dan yang menakjubkan, kandungan didalamnya
sangat akurat dan sesuai dengan pembuktian ilmu pengetahuan dan
teknologi modern
Al-Qur’an diturunkan agar semua manusia menjadikannya pedoman dan
pegangan hidup. Di dalamnya berisi berbagai macam hal yang jika dibaca
dan dipelajari, akan menjadi penerang dan cahaya bagi kehidupan. Isi dan
kandungan Al-Qur’an semakin menambah keyakinan dan keimanan kita akan
kebenarannya dan keagungan serta keesaan Pencipta-Nya. Karenanya, Allah
berfirman, “Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk
bagi mereka yang bertakwa.” (al-Baqarah: 2)
Adapun Sunnah (hadist) Rasulullah, maka ia adalah praktik riil
kehidupan Nabi Muhammad sehari-hari. Di dalamnya berisi perkataan,
perbuatan, pembenaran, dan sifat-sifat beliau yang penuh hikmah dan
makna yang harus dijadikan pelajaran dan tuntunan oleh semua umat
muslim. Selain itu, hadist adalah penguat sekaligus penjelas bagi
Al-Qur’an. Hal-hal yang masih samar dan umum dalam Al-Qur’an dijelaskan
perinciannya dalam hadist-hadist nabi. Kita tidak akan pernah bisa
mempraktikkan Islam dengan sempurna kecuali memadukan apa yang ada dalam
Al-Qur’an dan yang tercantum dalam hadist-hadist Rasulullah. Jangan
sampai kita meniru mereka yang mengambil Al-Qur’an, namun tidak mau
menerima sunnah (hadist) Rasulullah. Allah Ta’ala berfirman, “Apa yang
diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya
bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya
Allah sangat keras hukuman-Nya.” (al-Hasyr : 7)
Oleh Yunalul Murod dalam Majalah An-Nuur Vol.52
Diambil dari: annursolo.com/quran-dan-sunnah-landasan-utama/
sr : islampos
Tidak ada komentar:
Posting Komentar