Hati seharusnya menjadi perhatian utama daripada lahiriyah. Karena
baiknya hati, baik pula amalan lainnya. Karena hati yang bersih, amalan
yang lain bisa diterima. Beda halnya jika memiliki hati yang rusak,
terutama hati yang tercampur noda syirik.
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه
وسلم- إِنَّ اللَّهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ
وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ
Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak melihat pada bentuk rupa dan
harta kalian. Akan tetapi, Allah hanyalah melihat pada hati dan amalan
kalian.” (HR. Muslim no. 2564).
Ibnul Qayyim berkata,”Amal hati adalah pokok, sedangkan amal badan
sebagai penyerta dan penyempurna. Sesungguhnya niat itu laksana ruh,
sedangkan amal laksana badan. Jika ruh meninggalkan badan, ia akan mati.
Maka mempelajari hukum-hukum hati lebih penting dari pada mempelajari
hukum perbuatan atau badan.” [Badai’ul Fawaid, hlm. 511]
Allah tidak akan memberi ganjaran terhadap bentuk tubuh atau rupa
manusia atau banyaknya harta, karena dzat manusia (tubuh manusia) tidak
dibebani hukum. Adapun yang terbebani hukum adalah perbuatan yang
berkaitan dengan diri manusia. Demikian pula sifat dan bentuk yang di
luar manusia, seperti: rupa, putih, tinggi, pendek dan lainnya. Allah
tidak pula melihat pada banyaknya harta atau sedikitnya, kaya atau
miskin dan lainnya.
Namun ada kalanya kita dapati di masyarakat kita, sering meniadakan
bagian akhir dari hadist di atas. ‘ … akan tetapi Dia melihat kepada
hati dan amal kalian”. Ini sangat penting, karena kebanyakan kaum
muslimin memahami hadits di atas tanpa ada tambahan ini dengan pemahaman
yang salah. Apabila Anda menyuruh mereka dengan perintah syariat yang
bijaksana, seperti berjilbab, mereka akan menjawab ‘yang penting adalah
hati. Buat apa berjilbab tapi suka ngerumpi dll’. Mereka berdalil dengan
hadits di atas. Mereka tidak mengetahui tambahan yang shahih ini, yang
menunjukkan bahwa Allah yang Maha Mulia dan Maha Tinggi melihat juga
kepada amal mereka. Bila amal baik (sesuai dengan sunnah Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam), maka Allah akan menerimanya.
Faedah-faedah mulia dalam hadits ini diantaranya:
1. Makna hadits: bahwa Allah tidak membalas seseorang berdasarkan
bentuk jasad dan tidak pula atas harta-harta yang kosong dari kebaikan.
Dan itu semua tidak mendekatkan kepada-Nya. Tidak lain Allah hanya
melihat kepada hati-hati yang itu tempatnya takwa dan melihat
amalan-amalan kalian apakah baik atau tidak (tata caranya).
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah
ialah orang yang paling bertakwa di antara kalian. Q.S. Al-Hujuraat: 13.
2. Bahwa suatu amalan itu teranggap dan bernilai di sisi Allah dengan
niat yang ikhlash dan baik bukan dari bentuknya. Sehingga yang dihukumi
adalah niat dari yang beramal. Jika niatnya ikhlash maka amalan itu
amalan yang shalih. Jika niat pelaku amalan itu tidak ikhlash karena
Allah maka amalannya itu rusak walaupun bentuknya adalah amalan shalih.
3. Hendaknya seseorang tidak berbangga-bangga dengan banyaknya melakukan
amalan shalih namun tidak ikhlash karena itu tidak bernilai di sisi
Allah. Seseorang yang berinfak dengan nilai yang sedikit disertai ikhlas
itu lebih baik dari seseorang yang berinfak dengan jutaan atau milyaran
rupiah namun itu karena riya’. Sebab, yang pertama tercatat sebagai
amalan shalih dan memberatkan timbangan amal pelakunya sedangkan yang
kedua tidak.
4. Kecantikan itu ada dua: yang zhahir (tampak) dan bathin
(tersembunyi). Kecantikan batin seperti keimanan, ketakwaan, ilmu, akal
yang sehat, kedermawanan, akhlak yang mulia. Inilah yang dilihat oleh
Allah dan yang dicintai-Nya. Sehingga keindahan batin itu lebih baik
dari keindahan zhahir.
5. Keindahan zhahir seperti harta dan jasmani itu tidak bernilai dan
tidak dilihat oleh Allah kecuali jika digunakan di dalam ketaatan
kepada-Nya.
6. Seorang mukmin yang memiliki kecantikan yang batiniah akan memiliki
wibawa dan disenangi manusia sesuai dengan kadar keimanannya.
Barangsiapa yang melihatnya akan mencintai dan segan kepadanya walaupun
ia berkulit hitam dan tidak tampan atau cantik secara fisik. Dan ini hal
yang kita saksikan di lingkungan kita.
Dan sebaliknya jika seseorang memiliki keindahan lahiriah namun
berakhlak jelek, pelaku kemaksiatan, dan hal-hal yang terlarang, maka
akan dibenci dan tidak memiliki kewibawaan di hadapan orang mukmin.
7. Jika tempat takwa itu di hati maka tidak ada yang bisa menelaahnya
kecuali Allah ‘Azza wa Jalla. Orang yang menampakkan ketakwaaan secara
zhahirnya maka itu yang kita hukumi. Adapun niatnya maka itu antara
dirinya dengan Allah Yang Maha Mengetahui dan Maha Mengawasi segala
sesuatu.
8. Sesungguhnya takwa jika telah ada di hati seseorang maka akan tampak
buahnya di amalan anggota badannya dengan ia istiqamah dan meninggalkan
kemaksiatan. Dan seorang mukmin yang Allah terangi hatinya dengan iman
akan tampak cahaya iman di wajahnya dan akan dikenakan rasa cinta dan
wibawa di hadapan manusia.
9. Di dalam hadits terkandung itsbat (penetapan) sifat nazhar(melihat)
bagi Allah yang sesuai dengan keagungan-Nya, tidak sama dengan pandangan
makhluk.
10. Jika Allah tidak melihat kepada bentuk jasad dan harta seseorang
lalu bagaimana kita mengutamakan seseorang dengan sesuatu yang Allah
tidak mengutamakannya dengan hal itu? Seperti mengutamakan orang kaya
yang fasik dari orang miskin yang shalih. Maka seharusnya kita melihat
dan menilai seseorang sebagaimana yang Allah lihat pada seseorang itu
yaitu kebaikan amalan-amalan mereka.
11. Keindahan jasad, pakaian, dan penampilan itu ada 3 macam:
· Yang terpuji, yaitu yang diperuntukkan bagi Allah untuk menolong
kepada ketaatan kepada-Nya, menunaikan perintah-perintah-Nya dan
menjawab seruan-Nya. Sebagaimana Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam
dahulunya berhias untuk menemui utusan-utusan yang datang kepadanya.
Juga berpakaian yang baik di hadapan musuh untuk menunjukkan wibawa kaum
muslimin, berbusana yang indah dan harum ketika menghadiri shalat, dan
yang semisalnya yang di dalamnya terkandung peninggian kalimat Allah,
menolong agama-Nya, dan membuat marah musuh-musuh-Nya.
· Yang tercela, yaitu yang digunakan untuk dunia, kepemimpinan,
berbangga-bangga, sombong, dan mengantarkan kepada syahwatnya serta ia
menjadikan itu puncak keinginan dan tujuannya.
· Yang tidak terkait dengan pujian dan celaan, yaitu yang lepas dari dua niat dan dua sifat yang tersebut di atas.
https://almanhaj.or.id/2976-i-k-h-l-a-s.html
https://rumaysho.com/3373-perhatikanlah-hatimu.html
http://ahlussunnah-prambanan.blogspot.co.id/2011/06/allah-hanya-melihat-hati-dan-amalan.html
http://www.tarbiyah.in/index.php?option=com_content&view=article&id=1446:inilah-maksud-hadits-sesungguhnya-allah-tidak-melihat-pada-jasadbentukrupa-kalian-tapi-allah-melihat-pada-hati-kalian-apabila-hanya-hati-yang-diutamakan-maka-tidak-perlu-bersusah-payah-menunaikan-shalat-5-waktu-shaum-zakat-hajidll&catid=23:hadits&Itemid=98
Tidak ada komentar:
Posting Komentar