Rabu, 25 April 2018

Allah Hanya Melihat Hati Dan Amal, Bukan Rupa Dan Harta



 


Hati seharusnya menjadi perhatian utama daripada lahiriyah. Karena baiknya hati, baik pula amalan lainnya. Karena hati yang bersih, amalan yang lain bisa diterima. Beda halnya jika memiliki hati yang rusak, terutama hati yang tercampur noda syirik.

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِنَّ اللَّهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ
Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak melihat pada bentuk rupa dan harta kalian. Akan tetapi, Allah hanyalah melihat pada hati dan amalan kalian.” (HR. Muslim no. 2564).

Ibnul Qayyim berkata,”Amal hati adalah pokok, sedangkan amal badan sebagai penyerta dan penyempurna. Sesungguhnya niat itu laksana ruh, sedangkan amal laksana badan. Jika ruh meninggalkan badan, ia akan mati. Maka mempelajari hukum-hukum hati lebih penting dari pada mempelajari hukum perbuatan atau badan.” [Badai’ul Fawaid, hlm. 511]

Allah tidak akan memberi ganjaran terhadap bentuk tubuh atau rupa manusia atau banyaknya harta, karena dzat manusia (tubuh manusia) tidak dibebani hukum. Adapun yang terbebani hukum adalah perbuatan yang berkaitan dengan diri manusia. Demikian pula sifat dan bentuk yang di luar manusia, seperti: rupa, putih, tinggi, pendek dan lainnya. Allah tidak pula melihat pada banyaknya harta atau sedikitnya, kaya atau miskin dan lainnya.

Namun ada kalanya kita dapati di masyarakat kita, sering meniadakan bagian akhir dari hadist di atas. ‘ … akan tetapi Dia melihat kepada hati dan amal kalian”. Ini sangat penting, karena kebanyakan kaum muslimin memahami hadits di atas tanpa ada tambahan ini dengan pemahaman yang salah. Apabila Anda menyuruh mereka dengan perintah syariat yang bijaksana, seperti berjilbab, mereka akan menjawab ‘yang penting adalah hati. Buat apa berjilbab tapi suka ngerumpi dll’. Mereka berdalil dengan hadits di atas. Mereka tidak mengetahui tambahan yang shahih ini, yang menunjukkan bahwa Allah yang Maha Mulia dan Maha Tinggi melihat juga kepada amal mereka. Bila amal baik (sesuai dengan sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam), maka Allah akan menerimanya.

Faedah-faedah mulia dalam hadits ini diantaranya:
1. Makna hadits: bahwa Allah tidak membalas seseorang berdasarkan bentuk jasad dan tidak pula atas harta-harta yang kosong dari kebaikan. Dan itu semua tidak mendekatkan kepada-Nya. Tidak lain Allah hanya melihat kepada hati-hati yang itu tempatnya takwa dan melihat amalan-amalan kalian apakah baik atau tidak (tata caranya).

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ

Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kalian. Q.S. Al-Hujuraat: 13.

2. Bahwa suatu amalan itu teranggap dan bernilai di sisi Allah dengan niat yang ikhlash dan baik bukan dari bentuknya. Sehingga yang dihukumi adalah niat dari yang beramal. Jika niatnya ikhlash maka amalan itu amalan yang shalih. Jika niat pelaku amalan itu tidak ikhlash karena Allah maka amalannya itu rusak walaupun bentuknya adalah amalan shalih.

3. Hendaknya seseorang tidak berbangga-bangga dengan banyaknya melakukan amalan shalih namun tidak ikhlash karena itu tidak bernilai di sisi Allah. Seseorang yang berinfak dengan nilai yang sedikit disertai ikhlas itu lebih baik dari seseorang yang berinfak dengan jutaan atau milyaran rupiah namun itu karena riya’. Sebab, yang pertama tercatat sebagai amalan shalih dan memberatkan timbangan amal pelakunya sedangkan yang kedua tidak.

4. Kecantikan itu ada dua: yang zhahir (tampak) dan bathin (tersembunyi). Kecantikan batin seperti keimanan, ketakwaan, ilmu, akal yang sehat, kedermawanan, akhlak yang mulia. Inilah yang dilihat oleh Allah dan yang dicintai-Nya. Sehingga keindahan batin itu lebih baik dari keindahan zhahir.

5. Keindahan zhahir seperti harta dan jasmani itu tidak bernilai dan tidak dilihat oleh Allah kecuali jika digunakan di dalam ketaatan kepada-Nya.

6. Seorang mukmin yang memiliki kecantikan yang batiniah akan memiliki wibawa dan disenangi manusia sesuai dengan kadar keimanannya. Barangsiapa yang melihatnya akan mencintai dan segan kepadanya walaupun ia berkulit hitam dan tidak tampan atau cantik secara fisik. Dan ini hal yang kita saksikan di lingkungan kita.
Dan sebaliknya jika seseorang memiliki keindahan lahiriah namun berakhlak jelek, pelaku kemaksiatan, dan hal-hal yang terlarang, maka akan dibenci dan tidak memiliki kewibawaan di hadapan orang mukmin.

7. Jika tempat takwa itu di hati maka tidak ada yang bisa menelaahnya kecuali Allah ‘Azza wa Jalla. Orang yang menampakkan ketakwaaan secara zhahirnya maka itu yang kita hukumi. Adapun niatnya maka itu antara dirinya dengan Allah Yang Maha Mengetahui dan Maha Mengawasi segala sesuatu.

8. Sesungguhnya takwa jika telah ada di hati seseorang maka akan tampak buahnya di amalan anggota badannya dengan ia istiqamah dan meninggalkan kemaksiatan. Dan seorang mukmin yang Allah terangi hatinya dengan iman akan tampak cahaya iman di wajahnya dan akan dikenakan rasa cinta dan wibawa di hadapan manusia.

9. Di dalam hadits terkandung itsbat (penetapan) sifat nazhar(melihat) bagi Allah yang sesuai dengan keagungan-Nya, tidak sama dengan pandangan makhluk.

10. Jika Allah tidak melihat kepada bentuk jasad dan harta seseorang lalu bagaimana kita mengutamakan seseorang dengan sesuatu yang Allah tidak mengutamakannya dengan hal itu? Seperti mengutamakan orang kaya yang fasik dari orang miskin yang shalih. Maka seharusnya kita melihat dan menilai seseorang sebagaimana yang Allah lihat pada seseorang itu yaitu kebaikan amalan-amalan mereka.

11. Keindahan jasad, pakaian, dan penampilan itu ada 3 macam:
· Yang terpuji, yaitu yang diperuntukkan bagi Allah untuk menolong kepada ketaatan kepada-Nya, menunaikan perintah-perintah-Nya dan menjawab seruan-Nya. Sebagaimana Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam dahulunya berhias untuk menemui utusan-utusan yang datang kepadanya. Juga berpakaian yang baik di hadapan musuh untuk menunjukkan wibawa kaum muslimin, berbusana yang indah dan harum ketika menghadiri shalat, dan yang semisalnya yang di dalamnya terkandung peninggian kalimat Allah, menolong agama-Nya, dan membuat marah musuh-musuh-Nya.
· Yang tercela, yaitu yang digunakan untuk dunia, kepemimpinan, berbangga-bangga, sombong, dan mengantarkan kepada syahwatnya serta ia menjadikan itu puncak keinginan dan tujuannya.
· Yang tidak terkait dengan pujian dan celaan, yaitu yang lepas dari dua niat dan dua sifat yang tersebut di atas.

https://almanhaj.or.id/2976-i-k-h-l-a-s.html
https://rumaysho.com/3373-perhatikanlah-hatimu.html
http://ahlussunnah-prambanan.blogspot.co.id/2011/06/allah-hanya-melihat-hati-dan-amalan.html
http://www.tarbiyah.in/index.php?option=com_content&view=article&id=1446:inilah-maksud-hadits-sesungguhnya-allah-tidak-melihat-pada-jasadbentukrupa-kalian-tapi-allah-melihat-pada-hati-kalian-apabila-hanya-hati-yang-diutamakan-maka-tidak-perlu-bersusah-payah-menunaikan-shalat-5-waktu-shaum-zakat-hajidll&catid=23:hadits&Itemid=98

Tidak ada komentar:

Posting Komentar